26.4 C
Indonesia
Monday, May 6, 2024

KemenPPPA Gelar Diskusi Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Wajo

Elektabilitas.com– Salah satu Arahan Presiden Joko Widodo kepada Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) adalah Penurunan Angka Perkawinan Anak. Target RPJM prevalensi Pernikahan anak menjadi 8, 74% pada tahun 2024, di tahun 2022 ini target batas angka nasional 9,44.

“Propinsi Sulawesi Selatan masih menempati angka diatas batas angka Nasional Perkawinan Anak, dan Kabupaten Wajo menempati urutan pertama kasus pernikahan anak di Sulawesi Selatan.Berdasarkan data UPTD PPA Dinsos Kabupaten Wajo tercatat sebanyak 506 kasus pernikahan dinidi Kabupaten Wajo di tahun 2020,” Ungkap Ulfah Mawardi, Staf Khusus Menteri PPPA, Sabtu (25/06) dalam FGD KemenPPPA Cegah Perkawinan Anak di Kabupaten Wajo.

Menurut Ulfah, sedangkan pada tahun 2021 angka tersebut juga meningkat menjadi 746 kasus. Sampai tanggal 24 Mei 2022 tercatat sudah ada 196 berkas pemohon dispensasi nikah di Wajo.

“Melihat kondisi ini kami KemenPPPA mengajak tokoh adat, tokoh agama maupun aktifis perempuan dan anak melaksanakan Diskusi Terpumpun (FGD) tujuannya untuk menggali akar masalah sehingga mendapatkan jalan terbaik dalam upaya Pencegahan dan Penganan Perkawinan anak di kabupaten Wajo, “ucap Ulfah.

Acara diskusi dibuka oleh Wakil Bupati Wajo Amran SE, turut hadir Sekretaris Dinas PPA Propinsi Sulsel juga hadir memberikan Sambutan, acara ini dihadiri oleh 40 peserta dari tokoh Agama, Tokoh Adat, Aktifis Perempuan dan Anak, Forum Anak dan Forum Genre serta beberapa lembaga daerah yang terkait dengan permasalahan perkawinana anak seperti pengadilan agama, kemanag dan Dinas Pendidikan Kab. Wajo.

“Viralnya kasus perkawinan anak di Kabupaten Wajo ini menjadi Perhatian                 Menteri PPPA Bintang Puspayoga, dan meminta langsung saya sebagai staf khusus menteri bidang anak untuk datang kesini untuk menggali masalah apa yang tejadi di lapangan dan berdiskusi  baik   tokoh adat, tokoh agama maupun masyarakat, sehingga mendapatkan jalan terbaik dalam upaya Pencegahan dan Penganan Perkawinan anak di kabupaten Wajo yang semakin hari semakin tak terkendali,” tambahnya.

Salah satu hal yang belum diketahui masyarakat adalah hadirnya UU No 16 tahun 2019 tentang batas usia perkawinan anak, baik laki-laki maupun perempuan itu berusia 19 tahun.

“Kehadiran kami juga sekaligus mendorong agar parah tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah memassifkan sosialisasi batas usia perkawinan, sehingga tidak terjadi pelanggaran Hak anak karena menikah di usia anak (18 tahu kebawah),” ucap Ulfah.

Tambahnya, Negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Melakukan aktifitas pencegahan dengan terus-menerus mensosialisasikan bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan banyak dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak pendidikan jika anak menikah di usia di bawah 18 tahun maka kemungkinan besar pendidikan anak tersebut terputus,” tandasnya lagi.

Ulfah menerangkan bahwa  hak kesehatan, anak yang menikah dini sangat rawan mengalami kanker serviks, masalah persalinan dan kesehatan ibu dan bayi terancam, anak stunting karena pemahaman dan kesiapan terkait reproduksi belum mereka pahami, belum lagi kondisi fisik dan psikis yang belum matang jiwa raga untuk dapat melangsungkan perkawinan sehingga belum dapat mewujudkan tujuan perkawinan yakni membentuk rumah tangga yang bahagia dan keturunan yang berkualitas.

“Dalam Aspek Penanganan kita harapkan adanya bimbingan dan pendampingan pada anak-ank yang sudah terlanjur melakukan perkawinan di usia anak dengan menunda kehamilan, jika terlanjur hamil, menuda kehamilan kedua dan seterusnya, mengajarkan terkait kesehatan reproduksi dan memastikan hak atas pendidikan, tumbuh kembang dan kesehatan anak terjamin,” ungkapnya.

Wakil Bupati Wajo Amran SE, sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh KemenPPPA ini, ia menyampikan bahwa kasus viralnya perkawinan anak beberapa waktu lalu menjadi perhatian dan harus bersama-sama dicari solusinya.

“Jika jalan sendiri-sendiri kita tidak mampu menurunkan angka perkawinan anak. Kita dikenal dengan Kota Santri, kita sudah sampaikan bahwa para penceramah, salah satu materi ceramahnya adalah stop perkawinan usia anak. Ini salah satu upaya menurunkan perkawinan anak di kabupaten Wajo,” ucap Amran.

Sekretaris Dinas PPPA Propinsi Sulawesi Selatan dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa Kabupaten Wajo harus melakukan berbagai upaya untuk menjadikan kondisi yang saat ini menjadi keprihatinan bersama.

“Angka perkawinan anak yang tiap tahun kasusnya meningkat cukup tinggi menjadi 0 kasus pasca pelaksanaaan FGD ini. Ini bukan hal yang tidak mungkin karena kabupaten yang bersebelah secara geografis dengan Wajo yakni kabupaten Bone, kasus perkawinan anaknya Nol,” ungkapnya.

Sebagai penutup, Ulfah mengucapkan banyak terima kasih kepada semua perwakilan Tokoh Agama, hadir langsung ketua MUI Kab. Wajo, hadir pula dari Tokoh Adat, aktivis perempuan dan anak, Forum Anak, Forum Genre, serta Dinas PPPA kabupaten Wajo yang telah membantu suksesnya acara FGD.

“Kami berharap kajian dan diskusi terpumpun untuk mengurai dan mencari solusi pencegahan dan penanganan anak di Kabupaten Wajo menjadi awal kerja nyata dalam membangun komitmen bersama seluruh komponen yang ada di Wajo untuk zero toleran terhadap perkawinan anak sehingga dalam waktu yang relatif cepat akan terjadi penurunan angka perkawinan Anak di kabupaten Wajo,” pungkasnya. (*)

Berita Lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Populer